Powered By Blogger

Sabtu, 05 Juni 2010

MENGAPA ANAK ASIA LEBIH “PINTAR” DIBANDING ANAK AMERIKA?

Kita sering mengira bahwa anak-anak barat, terutama Amerika, serba lebih dari anak Asia. Tapi tahukan anda bahwa anak-anak Asia secara mutlak jauh berada di atas anak-anak Amerika dalam kemampuan matematis dan sains? Bagaimana itu bisa terjadi?

Banyak sekali penelitian-peneliti an psikologi di Amerika menyelidiki mengapa prestasi anak-anak Amerika keturunan Asia sangat menonjol di bidang akademis, terutama sains dan matematika. Salah satunya adalah yang meneliti bagaimana matematika diajarkan secara berbeda di sekolah-sekolah Asia dibandingkan dengan sekolah-sekolah di Amerika dan Inggris. Anda mungkin dapat menegok kembali, pendidikan matematika dan sains seperti apa yang anak anda dapatkan di sekolah?

Cara Guru Mengajarkan Matematika

Di Jepang, semua sekolah seragam dalam kurikulum dan rutinitas. Kebanyakan pelajaran dimulai dengan guru memberikan satu soal dan murid diminta untuk memecahkannya selama 10-15 menit, baik secara mandiri maupun berkelompok. Apabila sebagian besar siswa sudah menemukan setidaknya satu cara penyelesaiannya, guru kemudian mengajak semua siswa untuk mendiskusikan jawaban-jawaban siswa sampai menemukan solusi umum pemecahan jenis soal tersebut. Pada akhir setiap pelajaran, semua murid memperoleh waktu untuk menerapkan apa yang sudah dipelakari pada soal-soal latihan dari buku matematika mereka.

Sebelum memulai proses belajar, guru di Jepang selalu membuat perencanaan yang isinya bagaimana mengarahkan proses berfikir anak sehingga sesuai dengan topic yang dibahas maupun antisipasi guru terhadap respon siswa terhadap topik tersebut. Topic yang dibahas setiap kali pertemuan bersifat sinambung dan terfokus

Sedangkan di Amerika, pelajaran matematika lebih bervariasi. Guru-guru di tiap sekolah memiliki cara mengajar yang berbeda-beda, tidak seragam seperti di Jepang. Pelajaran tidak dimulai dengan pemecahan soal, melainkan siswa diberitahu cara menyelesaikan soal atau kadang dengan penjelasan konsep matematika. Topic juga bisa berganti-ganti selama pelajaran, tidak sinambung seperti di Jepang.

dari sini kita dapat melihat bahwa guru-guru di Jepang lebih menghargai proses berfikir siswa dengan mendorong siswa mencari penyelesaiannya sendiri, lalu membahasnya bersama. Pertanyaan-pertanya an yang diberikan oleh guru-guru di Amerika juga berbeda dengan guru-guru di Jepang. Guru-guru di Amerika lebih cenderung memberikan soal seperti "berapa panjang segitiga ini?" atau "berapa tigapuluh dibagi tiga?", jadi siswa diminta menyebutkan jawaban tanpa menjelaskan bagaimana memperoleh jawaban tersebut. Sedangkan guru-guru di Jepang lebih sering member soal yang meminta penjelasan bagaimana jawaban diperoleh, misalnya " bagaimana kamu meemukan luas segitiga ini"? atau "mengapa luasnya 40 cm2?"

Kemudian, di Jepang, siswa, terutama di sekolah dasar, terbiasa diarahkan pada sesuatu yang konkrit dan ada di sekitar mereka. Misalkan, ketika belajar tentang segitiga, semua murid memegang benda berbentuk segitiga sehingga mereka dapat langsung membayangkan bentuknya. Di Amerika, biasanya gambar segitiga hanya ada satu, dan itupun diletakkan di depan kelas untuk didemonstrasikan oleh guru.

Buku Teks Matematika

Dari penelitian yang dilakukan terhadap buku teks matematika Jepang dan Amerika, ditemukan bahwa : (1) instruksi soal diberikan lebih panjang di buku-buku jepang daripada Amerika, sedangkan panjang soal latihannya hampir sama. (2) contoh-contoh soal tiga kali lebih banyak di buku Jepang daripada di Amerika , dan buku teks jepang selalu menggunakan contoh-contoh konkrit yang ada di kehidupan nyata, (3) buku teks Jepang selalu menggunakan ilustrasi yang berkaitan sedangkan buku teks Amerika sedikit memberikan ilustrasi dan adapula ilustrasi yang tidak berkaitan dengan soal, dan terakhir, buku jepang lebih menekankan hubungan antara representasi simbolis, verbal, dan visual dari suatu metode pemecahan daripada buku teks Amerika

Kepercayaan Orangtua dan Sikap Pelajar

Orangtua Jepang, dan sebagian besar negara Asia Timur percaya bahwa kerja keras adalah sebagian jalan menuju keberhasilan. Inilah yang ditekankan kepada anak-anak mereka. Sementara, ibu-ibu Amerika justru percaya bahwa prestasi sekolah yang buruk karena memang bawaan alamiah anak yang tidak mampu dalam bidang itu. Ini berpengaruh pada sikap anak dimana ternyata ditemukan bahwa anak-anak Asia memang lebih percaya bahwa keberhasilan diperoleh dengan kerja keras dibandingkan dengan Anak-anak di Amerika.

Hubungan Orangtua dan Guru

Di Jepang, guru sangatlah dihormati. Mereka bahkan menyebut guru sebagai sensei. Begitu pula di Cina, dimana guru disebut master atau di Jepang, guru disebut dengan seonsangnim. Guru sangat kenal dengan latar belakang anak didiknya, bahkan sering dimintai saran oleh para orangtua. Di Jepang, orangtua bersekutu dengan guru untuk membentuk anaknya. Sedangkan di Amerika, orangtua menyerahkan sepenuhnya pada guru dan apabila anak mereka tidak pintar, maka guru akan segera dipersalahkan. Selain itu, guru merupakan profesi yang tidak diperhitungkan di Amerika, mereka umumnya digaji rendah dan ini mengurangi apresiasi masyarakat terhadap guru. Yang menarik, di Indonesia, kondisinya lebih ambigu lagi, guru disebut dengan "guru" yang sebenarnya dari akar katanya setara dengan master, tapi digaji kurang layak…

Nah, itu adalah sebagian hasil penelitian bagaimana anak Asia dididik secara berbeda dibanding anak Amerika dalam hal penguasaan sains. Tak heran, produk-produk teknologi maju kini lebih banyak dikuasai oleh pemain Asia daripada Amerika. Mudah-mudahan tulisan ini bisa memberi sudut pandang baru bagi anda tentang pelajaran matematika bagi buah hati anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar